Senin, 24 Oktober 2011

Letters to Sam (Pelajaran dari Seorang Kakek tentang Cinta, Kehilangan, dan Anugerah Hidup)

SINOPSIS BUKU - Letters to Sam (Pelajaran dari Seorang Kakek tentang Cinta, Kehilangan, dan Anugerah Hidup)
Aku tak sanggup memikirkan hal ini, tetapi aku tahu, satu hari nanti, kau akan mendengar seseorang berkata, 'Dia autis.' Kalau hal itu terjadi, aku khawatir, kau akan menyadari bahwa ketika orang melihatmu, mereka tak melihat seorang Sam. Mereka melihat sebuah diagnosis. Sebuah masalah. Sebuah pengelompokan. Bukan seorang manusia.

Dalam kekhawatiran dan ketidakpastian itulah, Daniel Gottlieb memutuskan untuk menulis surat-surat kepada Sam, cucunya. Bagi sang Kakek, Sam adalah sahabat sejiwanya karena dia sendiri mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan.

Sang Kakek  ingin membagi pandangan tentang menjadi berbeda, bagaimana menghadapi ketakutan, merajut harapan, dan mengambil hikmah dalam setiap rencana Tuhan. Inilah kisah yang dibagi Daniel Gottlieb untuk Sam dan untuk kita semua—tentang menjadi manusia.

Selasa, 18 Oktober 2011

Anak Autis Anak Istimewa


Jum'at, 01 April 2011 | 21:28 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta -Senyum Sri Astuti terus melebar ketika menyaksikan buah hatinya Raditya  Parasandy, 23 tahun yang autis mendapat pekerjaan sebagai koki di sebuah hotel berbintang di Jakarta. "Meski Radit hanya bekerja dua tahun namun saya bangga dia bisa tumbuh memiliki pribadi yang kuat, berbudi pengerti yang bagus seperti anak lain pada umumnya. Bagi saya memiliki anak autis adalah anak istimewa dan sangat luar biasa," kata mantan model di era tahun 80-an ini dalam acara peluncuran film dokumenter bertema anak autis berjudul Love Me As I Am (Buah Hati) pada Jumat siang tadi di Restaoran South Beauty, Sudirman, Jakarta. Pemutaran film ini untuk menyambut dan memperingati Hari Autis Internasional pada 2 April besok. Dan peluncuran ini memberikankesempatan kepada beberapa orang tua yanga memiliki anak autis untuk menceritakan suka dukanya.
Sri Astuti menuturkan hingga sekarang ia sangata berhati-hati membimbing dan mengarahkan Raditya yang mulai jatuh hati atau memiliki ketertarikan lawan jenis, mimpi basah dan punya keinginan menikah. "Mereka pada dasarnya punya keinginan yang sama. Namun saya selalu ingatkan kepada para orang tua yang memiliki anak autis jangan berkecil hati. Tetapi modal utama yang mesti ditumbuhkan adalah belaian, pelukan, kasih sayang keberadaan kita untuk selalu ada di sampingnya menjadi obat dan terapi sukses si anak bisa tumbuh seperti anak lain," papar Sri Astuti panjang lebar. Selain punya minat terhadap koki, Raditya juga pandai merancang, berenang dan bermain bulu tangkis.    
Lain lagi dengan pengalaman Mentalia, ibunda Michael yang selain autis juga cacat penglihatan. "Micahael anak yang hebat kemampuannya bermain piano klasik seri apapun melebihi anak normal. Micahel modalnya hanya mendengar dan merasakan tapi dia langsung bisa memainkan lagu-lagu klasik dengan indah," kata Mentalia yang terharu anaknya tercatat dalam Musium Rekor Indonesia (MURI) dengan prestasi anak autis dan cacat penglihatan tapi jago bermain piano klasik.
Sementara Irma ibunda Dafa yang juga autis mengaku rasa syukur dan bahagianya memiliki buah hati sulung yang berprestasi untuk daya ingat dan kemampuan mengoperasaikan ateknologi komputer sejak usia dua tahun. "Saya bersyuku memiliki anak yang sering dibilang berkebutuhan khusaus namun nyatanya anak saya anak hebat, luar biasa dan istimewa. Sangat membanggakan sayaberterima kasih memiliki anak seperti Dafa," kata Irma.
Kini dia bersama putrinya yang ke dua atau adiknya Dafa, bahu membahu mengajarkan Dafa bisa berinteraksi dengan baik. "Adiknya menjadi teman dan guru yang jujur bagi Dafa untuk mengajarkan banyak hal termasuk bisa berkomunikasi dan mengajari memusatkan perhatian dengan baik," pungkas wanita berjilbab itu.
Adapun Rica Cornain yang memiliki Emilio, 12 tahun yang juga autis juga bersemangat dengan sabar mengarahkan Emilio yang ternyata berpotensi di bidang melukis. Rica menuturkan usia dua tahunEmilio sudah bisa melukis dua dimensi dan hasil lukisannya diburu banyak orang. Hingga kin, Emilio sudah memiliki ratusan lukisan bergaya abstrak dan kontemporer Bahkan ada satu lukisan Emilio yang dibuat setahun lalu sudah diburu kolektor lukisan seharga US$ 50 ribu tapi tidak dilepas. "Emilio mau lukisan itu jadi penyemangat dirinya tidak bisa dihargai oleh materi semahal apapun," ujarnya.
Rica menyatakan rasa bangganya memiliki anak luar biasa dan istimewa. "Sebagai orang tua kita tidak boleh  menyerah bila memiliki anak autis. Mereka sangat istimewa dan luar biasa," ujar Rica yang mengaku bangga dengan peluncuran film ini untuk mengajak dan mensosialisasikan masyarakat bahwa memiliki anak autis bukan dunia kiamat atau kutukan. "Dengan peran kita sebagai orang terdekat, orang tua dan keluarga akan mengarahkan dan mendidik mereka menjadi lebih baik."
Artis Christine Hakim yang mendengarkan pernyataan para orang tua tentang bagaimana memiliki anak autis tidak dapat menahan rasa harunya. "Saya bahagia mendapat kesempatan mengerjakan pekerjaan mulia ini," tuturnya lirih.
Christine mengatakan di Indonesia kesadaran masyarakat tentang autisme baik dalam bentuk pemahaman atau karakteristik klinis dari autisme maupun dalam bentuk empati sosial, serta membangun kesadaran masyarakat tentang adanya potensi kognitif yang sangat luar biasa pada setiap penderita autisme. "Mereka punya potensi kognitif membanggakan dan begitu istimewa." 
Melalui peluncuran film dokumenter berdurasi tujuh menit, 15 menit hingga 45 menit ini Christine akan keliling daerah untuk mengadakan pelatihan, seminar tentang anak autisme. "Saya ingin anak-anak hebat ini mendapat punya tempat yang sama tidak ada diskriminasi. Karena sekali lagi prestasi luar biasa." HADRIANI P

Rabu, 05 Oktober 2011

fakta tentang game

Game Mampu Buat Anak Autis Lebih Sosial
Selama ini game dituding membuat seseorang menjadi antisosial terhadap lingkungannya. Namun hal ini dibantah oleh seorang ilmuwan, yang justru menemukan fakta bahwa game juga mampu anak autis menjadi lebih peka terhadap lingkungannya.  Adalah psikologi profesor Carrie Pritchard menciptakan sebuah permainan komputer bukan hanya untuk bersenang-senang, tetapi untuk membantu mengajar anak-anak autis keterampilan sosial.
Pritchard , yang menerima hibah USD20.000 untuk proyek ini berencana untuk merancang video game pendidikan dengan fokus pada interaksi dan tanggung jawab.
“Pemain akan memiliki pilihan tentang lebih terampil dan kurang terampil terhadap perilaku mereka. Bisa memberlakukan setelah karakter mengundang mereka atau melibatkan mereka,” jelas Pritchard., seperti dilansir TG Daily, Rabu (2/3/2011).

Seorang mahasiswa Lancaster yang bekerja pada proyek bernama Seth Hutchins menambahkan, “Permainan ini semua tentang memberikan pilihan pemain dan memiliki mereka bertanggung jawab.”
Menurut Pritchard, salah satu alasan utama anak-anak autis bermain video game adalah bahwa hal itu sesuatu yang mereka lakukan dengan baik, yang membuat mereka harus berinteraksi dengan orang lain.
Dia terus menjelaskan bahwa video game adalah cara yang sangat layak untuk mengajarkan anak-anak autis keterampilan sosial karena disajikan dalam format mereka merasa nyaman.
Namun, penekanannya adalah tidak semua pada interaksi, melainkan, lebih dari pesan yang tersembunyi dalam permainan.
“Anak-anak dengan autisme memiliki banyak keterampilan tertentu yang kita tidak memiliki yang begitu istimewa. Saya anggap lebih dari perbedaan,” kata Pritchard.